Bisnis

Tampilkan postingan dengan label Bisnis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bisnis. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Oktober 2021

BUMN Pelabuhan Pelindo I-IV Resmi Merger

  


Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan, proses merger atau penggabungan BUMN pelabuhan Pelindo Group sudah tuntas. Perusahaan baru ini hasil dari gabungan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I, II, III, dan IV.

Erick menuturkan, merger resmi pada Jumat, 1 Oktober 2021, dan sudah disetujui Kementerian Keuangan serta disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101/2021 tentang Penggabungan Pelindo I, III, dan IV ke dalam Pelindo II. PP itu berlaku tanggal 1 Oktober 2021.

"Alhamdulillah penggabungan empat BUMN pelabuhan berintegrasi menjadi satu Pelindo sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan, PP dari Presiden Joko Widodo, dan juga sudah disahkan," jelas Erick dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (1/10/2021).

Dalam berbagai kesempatan, Erick kerap menyampaikan tujuan penggabungan Pelindo. Merger ini dilakukan untuk membuat industri kepelabuhanan nasional yang lebih kuat dan meningkatkan konektivitas maritim di seluruh Indonesia, serta meningkatkan kinerja dan daya saing BUMN di bidang kepelabuhanan.

Penggabungan Pelindo, jelas Erick, bisa memaksimalkan sinergi dan penciptaan nilai tambah. "Salah satunya, terbuka peluang perusahaan untuk go global. Integrasi ini menempatkan Pelindo menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia," ujar Erick.

"Hari ini insya Allah ini spesial buat Pelindo. Hari ini yang mestinya Bapak Presiden menandatangani Perpres penggabungan Pelindo," ujar Erick.

Dengan penggabungan ini, menurut Erick, keempat perusahaan pelabuhan ini akan dapat menyeimbangkan pasar dengan infrastruktur yang sudah tersedia, salah satunya dengan menurunkan biaya logistik. Dalam sosialisasi merger yang dilakukan oleh seluruh Pelindo, Direktur Utama Pelindo I Prasetyo menuturkan, penggabungan ini merupakan milestone perjalanan pelabuhan di Indonesia dan juga rencana strategis dari pemerintah selaku pemegang saham untuk membuat layanan pelabuhan menjadi lebih baik

"Sehingga rencana ini akan berperan besar dalam pengembangan kepelabuhan nasional untuk kita lebih bisa bersaing dengan kompetitor dari mancanegara," ujar Prasetyo.

Direktur Utama Pelindo II Arif Suhartono menyatakan, penggabungan ini akan menciptakan integrasi keempat perusahaan sehingga tercipta konektivitas nasional dan standardisasi pelayanan Pelabuhan dan layanan logistik yang terintegrasi. Dalam proses merger ini, nantinya Pelindo II akan bertindak sebagai surviving entity atau perusahaan penerima penggabungan. Setelah merger, nama perusahaan hasil penggabungan menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.

Usai merger, Pelindo akan membentuk empat klaster bisnis atau subholding untuk anak perusahaan-anak perusahaan yang dimiliki oleh Pelindo I-IV berdasarkan kategori bisnis. Keempat subholding tersebut adalah peti kemas, non peti kemas, logistik & hinterland development, dan marine, equipment, & port services. Nantinya termasuk di dalamnya dua emiten yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) dan PT Jasa Armada Indonesia Tbk (IPCM).

NTP September Naik Karena Harga Panen Tinggi

  


Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) September 2021 sebesar 0,98 persen secara month to month terjadi karena petani sedang mengalami panen raya. Saat ini panen raya tanaman pangan, termasuk jagung.

Harga jual hasil panen juga tinggi. Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri menjelaskan, khusus komoditas jagung saat ini dalam kondisi panen raya. Panen jagung terjadi hampir di semua sentra produksi terutama di beberapa pulau Jawa seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.

Di luar Pulau Jawa juga sedang mengalami panen raya. Pulau Sulawesi dan Kalimantan adalah dua wilayah sentra yang menghasilkan produksi jagung dalam skala besar. "Kami senang komoditas ini berkontribusi positif terhadap kesejahteraan," ujar Kuntoro.

Karena itulah, Kuntoro berharap semua aspek pemerintahan pusat dan daerah bisa menjaga momentum seperti ini melalui dukungan terhadap para petani yang sedang berproduksi. "Sektor pertanian sangat berkaitan dengan kesejahteraan dan angka kemiskinan. Tentu kami mengajak semua komponen bangsa menjaga harga dan momentum baik ini agar tetap berlanjut dan berdampak besar pada kesejahteraan petani," ungkapnya.

Kepala BPS Margo Yuwono mengemukakan bahwa kenaikan NTP September 2021 yang mencapai 105,68 atau naik sebesar 0,96 persen (mtm) dipengaruhi oleh komoditas jagung, beras, dan ketela rambat. Komoditas ini berkontribusi pada angka NTP bulan ini karena dukungan berbagai program pemerintah untuk menjaga stabilitas produksi dan pasar.

Kenaikan NTP karena subsektor tanaman pangan meningkat 1,14 persen, indeks yang diterima petani naik 1,05 persen. Komoditas yang dominan dalam kenaikan tersebut di antaranya adalah harga gabah, harga jagung dan harga ketela rambat.

Nilai NTP pada subsektor tanaman perkebunan rakyat juga mengalami kenaikan sebesar 2,12 persen, indeks yang diterima petani naik 2,17 persen. Adapun produk yang dominan dalam kenaikan ini di antaranya adalah kelapa sawit, karet dan kakao.

Margo menuturkan, hal serupa juga terjadi pada Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) bulan September 2021 yang mencapai 105,58 atau naik sebesar 0,74 persen jika dibandingkan Agustus 2021."Sama seperti NTP, kenaikan NTUP juga disumbang tanaman pangan yang mencapai 98,65 atau naik 0,87 persen. Kemudian tanaman perkebunan rakyat mencapai 125,38 atau naik 1,90 persen," ujarnya.

 

Minggu, 26 September 2021

Ekspor Furnitur Naik 30%, Kemenperin Optimalkan Restrukturisasi Mesin IKM

 



Di tengah tekanan berat karena dampak pandemi Covid-19, industri furnitur nasional masih mampu menunjukkan performa yang cemerlang. Ini tecermin dari nilai ekspor industri furnitur pada tahun 2020 sebesar USD2,19 miliar atau naik 12,2% dibandingkan capaian tahun 2019.

“Sementara itu, pada periode Januari hingga Agustus tahun 2021, kinerja ekspor industri furnitur pun tetap memberikan kabar baik, dengan kenaikan sebesar 30,8% dibanding periode yang sama tahun 2020,” ungkap Plt. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita di Jakarta, Minggu (26/9/2021).

Reni mengatakan, beberapa negara tujuan utama ekspor produk furnitur dari Indonesia, antara lain ke Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Jerman, dan Inggris. “Ini menandakan bahwa produk furnitur kita sudah kompetitif di kancah global. Apalagi, produk furnitur kita dinilai unik dan inovatif karena terobosan-terobosan yang dilakukan para pelaku industri agar bisa berdaya saing,” tuturnya.

Karenanya, Kemenperin bertekad untuk terus mengembangkan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) sektor furnitur. Salah satu strateginya adalah menerapkan pola kemitraan antara IKM dengan industri besar atau industri menengah sebagai bagian membangun ekosistem rantai pasok sehingga dapat meningkatkan efisiensi dalam proses produksi.

“Untuk meningkatkan kemampuan industri kecil dalam memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh industri besar atau industri menengah sebagai off taker, kami di Direktorat Jenderal IKMA memiliki program pendampingan yang diberikan kepada pelaku industri kecil yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk,” ujarnya.

Guna mendukung sektor IKM furnitur dapat meningkatkan produktivitas dan kualitasnya, sehingga memacu perluasan pasar ekspor, Kemenperin memiliki program restrukturisasi mesin dan peralatan produksi. Upaya ini sejalan untuk mendorong para pelaku IKM memanfaatkan teknologi terkini.

“Program restrukturisasi ini dalam bentuk pemberian potongan harga (reimburse) terhadap IKM yang telah membeli mesin dan/atau peralatan dalam jangka waktu tertentu untuk menunjang proses produksi,” jelas Reni.

Potongan harga yang diberikan, yaitu sebesar 25% dari harga pembelian untuk mesin dan/atau peralatan buatan luar negeri (impor), dan sebesar 40% dari harga pembelian untuk mesin dan/atau peralatan buatan dalam negeri.

“Program ini dapat diikuti oleh seluruh IKM yang berada di wilayah Indonesia dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Perindustrian yang telah ditetapkan. Diharapkan program ini dapat menjadi pemicu peningkatan teknologi produksi pada IKM melalui peremajaan mesin dan/atau peralatan sehingga ke depannya dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk IKM,” katanya.

Dalam upaya mendukung penggunaan teknologi baru melalui program restrukturisasi mesin, Plt. Dirjen IKMA dengan didampingi Inspektur II Kemenperin serta Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan, beberapa waktu lalu melakukan kunjungan kerja ke IKM furnitur yang telah menerima dua kali fasilitas program restrukturisasi, yaitu CV Property di Kawasan Industri Semarang.

Pimpinan CV Property Rudy Temasoa Luwia menyampaikan, penggunaan mesin berteknologi dalam proses produksi pada IKM furnitur, sudah merupakan suatu keharusan jika ingin tetap bersaing di pasar ekspor. “Dengan adanya pandemi ini, permintaan buyer kepada kami terus meningkat. Hal ini merupakan peluang yang harus disikapi dengan memperbaiki kinerja dan mutu salah satunya dengan menggunakan mesin peralatan,” tutur Rudy, seperti dilansir laman resmi Kemenperin.

Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Kemenperin, Riefky Yuswandi mengemukakan, pihaknya menyaksikan secara langsung bahwa penerapan penggunaan mesin berteknologi pada IKM furnitur dapat meningkatkan kinerjanya dalam menghasilkan produk yang berkualitas. “Hal tersebut sudah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah, dan dapat menjadi contoh bagi industri lainnya,” ujar Riefky.

 

Gulirkan Program Santripreneur, Kemenperin Bina Lebih dari 10 Ribu Santri



Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen terus melaksanakan program Santriprerneur dengan tujuan mendorong pertumbuhan dan pengembangan wirausaha industri baru di lingkungan pondok pesantren.

Berbagai bentuk kegiatan dalam implementasi program Santripreneur, antara lain memacu kompetensi teknis para santri serta memfasilitasi bantuan mesin dan peralatan produksi. Program Santripreneur yang digulirkan sejak tahun 2013 ini telah membina sebanyak 84 pondok pesantren di berbagai wilayah Indonesia, dengan melibatkan 10.149 santri.

‘’Jumlah santri di Indonesia yang cukup besar, yaitu tercatat hingga 4,3 juta santri, merupakan aset potensial yang dapat mewujudkan kemandirian bangsa khususnya dalam membangun wirausaha,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita di Jakarta, Jumat (24/9/2021).

Menurut Reni, para santri telah dikenal dengan kemandirian dan ketekunannya yang selalu ditanamkan semasa menempuh pendidikan di pondok pesantren. “Kemandirian bangsa ini dimulai dengan kemandirian ekonomi, dimulai dari lingkungan terkecil termasuk pada pesantren,” katanya.

Beberapa waktu lalu, Ditjen IKMA Kemenperin menggelar pembukaan bimbingan teknis dan penyerahan fasilitasi mesin peralatan pengolahan roti di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Demak, Jawa Tengah. Kegiatan ini kelanjutan dari pelaksanaan Program Santripreneur pada tahun ini.

Dalam kunjungan kerjanya di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Reni bersama Inspektur Jenderal Kemenperin Masrokhan juga melakukan diskusi bersama dengan pengasuh pondok pesantren dan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak untuk menguatkan sinergi terkait pengembangan unit industri yang ditumbuhkan di pondok pesantren khususnya di wilayah Demak.

Masrokhan mengungkapkan bahwa pondok pesantren sebagai institusi pendidikan yang telah ada sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan, telah berkontribusi nyata dalam perjuangan bangsa. “Oleh karena itu, memercayakan pondok pesantren untuk ikut serta dalam memajukan ekonomi melalui wirausaha industri adalah langkah yang tepat,” tegasnya.

Masrokhan menyatakan perlu inisiatif dan kreativitas dari pondok pesantren untuk dapat membuka pasar terhadap produk yang dihasilkan. “Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan sebagai pendamping terdekat untuk memberikan pembinaan baik dari sisi teknis, perizinan, dan hal lain yang dibutuhkan,” ujarnya.

Reni menuturkan, pihaknya optimistis Indonesia bisa menjadi pusat produsen halal dunia pada tahun 2024, sesuai arahan Wakil Presiden Indonesia K.H Ma’ruf Amin. Hal ini tidak terlepas dari potensi besar yang dimiliki Indonesia, seperti bahan baku, pangsa pasar, dan juga santri yang termasuk ketersediaan sumber daya manusia kompeten.

“Hal itu menjadi logis karena tercatat bahwa Indonesia merupakan negara Muslim terbesar, yaitu sebanyak 229 juta penduduknya merupakan Muslim atau 13% dari total populasi Muslim dunia,” ungkapnya.

Berdasarkan peluang tersebut, Indonesia tidak hanya menjadi target konsumen industri halal global, tetapi juga sebagai produsen yang dapat memenuhi pasar produk halal dalam negeri. Mendukung visi tersebut, pada Juni 2021 lalu, Ditjen IKMA Kemenperin telah menyelenggarakan Indonesia Industrial Moslem Product Exhibition (ii-motion). Ajang pameran virtual produk halal lifestyle premium Indonesia yang bertujuan membuka dan memperluas pemasaran produk Muslim Indonesia.

“Kami berharap dengan program-program yang telah diinisiasi tersebut, dapat ikut mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional dan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri secara ekonomi, dengan mampu memasok kebutuhan pasar, termasuk pasar produk halal di dalam negeri yang begitu besar,” kata Reni.

Sabtu, 25 September 2021

Kemendag Ajak Pengusaha Ubah Tantangan Sertifikasi Jadi Peluang Ekspor


Direktur Pengamanan Perdagangan Natan Kambuno mengajak pelaku mengubah tantangan persyaratan sertifikasi yang ditetapkan oleh sejumlah negara tujuan ekspor menjadi peluang untuk meningatkan ekspor Indonesia.


Strateginya melalui pemetaan dan memanfaatkan hasil-hasil kerja sama perdagangan internasional. Hal ini disampaikan Natan dalam seminar web (webinar) Sharing Session kedua dengan tema ‘Persyaratan Sertifikasi sebagai Bentuk Hambatan Teknis Perdagangan di Negara Tujuan Ekspor’ pada Kamis, (23/9/2021) di Makassar, Sulawesi Selatan.


“Persyaratan sertifikasi kerap kali menjadi hambatan dalam perdagangan karena standar yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor lebih ketat dari standar internasional. Akibatnya, persyaratan sertifikasi muncul sebagai bentuk hambatan teknis perdagangan, terutama jika menjadi syarat wajib keberterimaan produk Indonesia di negara tujuan ekspor.


Namun, hal ini bisa disikapi para pelaku usaha Indonesia dengan melakukan pemetaan dan memanfaatkan berbagai kerja sama perdagangan internasional,” jelas Natan. Menurut Natan, untuk mengubah tantangan peningkatan persyaratan sertifikasi, pemetaan yang perlu dilakukan yaitu pemetaan terhadap perubahan standar perdagangan agar produk Indonesia dapat menembus pasar ekspor.


Selain itu, lanjut Natan, Pemerintah juga melakukan berbagai kerja sama perdagangan internasional dengan negara-negara mitra dagang yang mencakup persetujuan bilateral, multilateral, dan regional untuk dapat membuka akses pasar yang lebih luas di berbagai jenis komoditas. Misalnya, produk pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, dan peternakan. Melalui kerja sama perdagangan internasional tersebut, Pemerintah bisa mendapatkan kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) antarpihak atau negara yang tergabung dalam pakta kerja sama, sehingga diharapkan standar Indonesia dapat diakui dan tidak perlu adanya uji kelayakan tambahan.


“Indonesia harus tetap optimistis menghadapi tata kehidupan baru yang mensyaratkan banyak sertifikasi dalam proses perdagangan terutama pascapandemi. Untuk itu, Indonesia perlu mengembangkan standar, laboratorium uji, dan lembaga sertifikasi produk sehingga produk kita dapat selalu memenuhi standar pasar internasional,” ungkap Natan.


Natan menyatakan, pada kesempatan sharing session kali ini, Kemendag juga melibatkan Dinas Perdagangan Sulawesi Selatan karena Sulawesi Selatan memiliki posisi yang strategis sebagai salah satu kota pelabuhan utama di kawasan Timur Indonesia dalam memasarkan komoditas ekspor Indonesia ke mancanegara.


“Peningkatan persyaratan sertifikasi sebaiknya tidak menjadi hambatan bagi ekspor Indonesia. Sangat penting bagi eksportir dan pelaku usaha Indonesia termasuk Sulawesi Selatan untuk selalu memantau perkembangan, menjaga hasil mutu, dan bekerja sama dengan Pemerintah. Penting bagi pelaku ekspor, tidak saja di Provinsi Sulawesi Selatan namun juga di seluruh Indonesia, untuk mulai memberikan perhatian lebih kepada peningkatan penerapan sertifikasi guna menjamin kelancaran ekspor ke negara mitra dagang,” ujar Natan.


Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan Ashari Fakhsirie Radjamilo menyampaikan, di tengah pandemi Covid-19, meski menghadapi banyak tantangan, pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan mengalami capaian yang cukup signifikan. Pada periode Januari–Juli 2021, kinerja ekspor Provinsi Sulawesi Selatan tercatat mengalami kenaikan mencapai USD 941 juta. Nilai ini naik 18,58 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar USD 794 juta.


Hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Liana Bratasida; Vice President Strategic Business Unit, SUCOFINDO, Nurbeta Kurniawan; Atase Perdagangan RI di London, M. Rizalu Akbar; dan Direktur Sistem Penerapan Standard dan Kesesuaian, Badan Standardisasi Nasional, Konny Sagala.


Menurut Direktur Sistem Penerapan Standard dan Kesesuaian, Konny Sagala, untuk menjadikan peluang ekspor dari peningkatan persyaratan sertifikasi, Indonesia juga perlu meningkatkan kompetensi infrastruktur yang mendukung kegiatan penilaian kesesuaian serta keterlibatan dari seluruh pemangku kepentingan dalam kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian (SPK).


“Indonesia juga harus melakukan penguatan data dukung berbasis kajian ilmiah, melakukan harmonisasi dengan standar internasional, serta mendorong pengakuan dan keberterimaan sertifikasi perdagangan global melalui framework MRA,” ujar Konny.


Atase Perdagangan RI di London, M. Rizalu Akbar menuturkan, saat ini Pemerintah Inggris sedang memproses pembuatan undang-undang baru tentang kebijakan due diligence terhadap produk yang dihasilkan dari lahan konversi lahan hutan. “Pemerintah Inggris ingin menjadikan rantai pasok Internasional yang masuk ke Inggris merupakan rantai pasok yang ramah lingkungan. Hal ini karena munculnya kesadaran dari masyarakat Inggris terhadap dampak deforestasi terkait rantai pasok di Inggris. Konsumen Inggris sudah mulai sadar pentingnya untuk mengetahui asal produk yang dikonsumsi serta legalitas dan keberlanjutan sumber produk tersebut,” kata Rizalu.


Untuk itu, lanjut Rizalu, Pemerintah Inggris memutuskan untuk membuat peraturan bagi produk yang masuk ke Inggris harus merupakan produk legal dan berkelanjutan. Artinya, Pemerintah Inggris melarang penggunaan komoditas yang produksinya tidak sesuai dengan peraturan negara asal. “Importir wajib memenuhi persyaratan due diligence. Jika, importir melanggar peraturan, Pemerintah Inggris akan memberikan sanksi denda,” ujarnya.


Dengan adanya peraturan due diligence, lanjut Rizalu, hal ini menjadi hambatan nontarif yang baru. “Untuk itu, Indonesia perlu memiliki standar nasional sendiri untuk produk-produk yang belum memiliki standar, seperti karet dan kakao. Diperlukan kesiapan Indonesia untuk memenuhi ketentuan due diligence terkait legalitas dan keberlanjutan khususnya bagi produk-produk yang belum memiliki standar nasional,” kata Rizalu.


Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Liana Bratasida, mengungkapkan, Pemerintah telah berupaya meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia melalui program sertifikasi seperti SNI, SVLK, SNI, dan Ekolabel. Menurutnya, sistem perdagangan bergantung pada pasar yang terbuka dimana proses poduksi dilakukan sesuai prosedur dan standar yang konsisten dan memenuhi permintaan konsumen.


Menurut Liana, beberapa negara tujuan ekspor Indonesia sudah memiliki standar sebagai salah satu alat untuk menghambat perdagangan. “Untuk mengubah hambatan menjadi peluang ekspor, diperlukan MRA antara standar-standar yang berlaku di negara-negara tujuan ekspor.


Persyaratan standar SNI juga perlu disesuaikan secara bertahap menyamai persyaratan di luar negeri dengan meningkatkan kemampuan teknologi dan kapasitas SDM. Indonesia juga harus mensosialisasikan SNI kepada konsumen di negara tujuan ekspor,” imbuh Liana.


Vice President Strategic Business Unit, SUCOFINDO, Nurbeta Kurniawan mengatakan, SUCOFINDO siap mendukung proses peningkatkan sertifikasi untuk mendorong ekspor nasional. “Kami akan memastikan efektivitas pengelolaan risiko dan perlindungan merek produk serta membantu perusahaan dalam meningkatkan performa organisasi dan daya saing,” tutur Nurbeta.


Latar Belakang Peningkatan Persyaratan Sertifikasi Natan menjelaskan, penerapan standar yang semakin meningkat ini telah memberikan tekanan terhadap produk ekspor Indonesia melalui persyaratan sertifikasi pada produk ekspor unggulan Indonesia. Sertifikasi tersebut harus dapat menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.


Pandemi Covid-19, lanjut Natan, juga menjadi salah satu faktor yang membuat adanya perubahan lanskap dari perdagangan internasional, termasuk penerapan standar baru perdagangan yang semakin ketat. “Faktor keamanan dan kesehatan suatu produk menjadi faktor utama yang semakin penting dalam persyaratan standar perdagangan khususnya untuk produk pangan. Peningkatan standardisasi keamanan dan kesehatan ini bukan hanya pada produk, melainkan juga pada pengemasan dan labelnya. Peningkatan persyaratan sertifikasi ini diperkirakan akan terus berlanjut bahkan setelah masa pandemi Covid-19,” jelas Natan.


Natan menyampaikan, faktor lainnya yang menjadi perhatian konsumen internasional antara lain produk yang halal, organik, dan kesejahteraan petani. Faktor kesejahteraan petani misalnya termasuk pada faktor keberlanjutan keber). Khususnya dilihat dari kontribusi suatu produk terhadap kerusakan ekosistem lingkungan, deforestasi, degradasi habitat satwa, serta penangkapan ikan secara ilegal. Jaminan akan mutu dan keamanan tersebut terlihat pada sertifikat yang melekat pada produk tersebut misalnya sertifikasi ISO, HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), kesehatan, halal, organik, fair trade, serta keberlanjutan seperti RSPO (roundtable on sustainable palm oil) untuk minyak kelapa sawit.


Jumat, 17 September 2021

Merger Indosat dengan Tri Bernilai Rp 85 Triliun


 

Ooredoo Q.P.S.C. (Ooredoo) dan CK Hutchison Holdings Limited (CK Hutchison) telah menandatangani perjanjian transaksi definitif terkait dengan rencana aksi merger bisnis telekomunikasi kedua perusahaan, yaitu PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) dan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I).


Total nilai transaksi tersebut diperkirakan mencapai 6,0 miliar dolar AS atau dalam mata uang lokal setara dengan Rp 85,8 triliun. Nantinya perusahaan merger bakal dinamai PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (Indosat Ooredoo Hutchison).


Merger tersebut bakal menyatukan dua bisnis sehingga bisa saling melengkapi. Ini akan menjadi perusahaan telekomunikasi seluler terbesar kedua di Indonesia. Diperkirakan pendapatan tahunan mereka bakal menembus 3,0 miliar dolar AS atau sebanding dengan Rp 42,9 triliun.


Tentu merger tersebut akan memungkinkan korporasi memiliki skala, kekuatan finansial, dan keahlian yang bisa digunakan untuk bersaing lebih efektif. Merger aset dan produk juga memberi kesempatan entitas baru mampu menjangkau pasar yang lebih luas di seluruh wilayah Tanah Air.


Infrastruktur Indosat Ooredoo dan H3I akan saling melengkapi. Gabungan aset juga membuat perusahaan baru bisa mendapatkan profit dari sinergi biaya dan belanja modal. Manajemen memperkirakan rasio proses (run rate) tahunan sinergi sebelum pajak akan mencapai 300-400 juta dolar AS dalam tiga hingga lima tahun ke depan.


Indosat Ooredoo Hutchison akan dapat memanfaatkan pengalaman dan keahlian Ooredoo Group dan CK Hutchison dalam mengembangkan jaringan, teknologi, produk, serta layanan. Korporasi juga akan mendapatkan keuntungan atas operasi multinasional Ooredoo Group dan CK Hutchison yang tersebar di pasar Eropa, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Pasifik.


Kekuatan dan skala ekonomi yang digabungkan juga akan menguntungkan perusahaan pada berbagai fungsi, seperti pada kegiatan pengadaan. Pasar mobile di Indonesia juga diperkirakan akan mempertahankan persaingan yang sehat. Ini akan menjadi daya tarik bagi investasi jangka panjang pada industri ini.


Ooredoo Group memiliki 65 persen saham dan kendali atas Indosat Ooredoo lewat Ooredoo Asia, sebuah perusahaan induk yang dimiliki sepenuhnya. Penggabungan Indosat dan H3I akan menyebabkan CK Hutchison menerima saham baru di Indosat Ooredoo hingga 21,8 persen dari Indosat Ooredoo Hutchison. Pada saat yang sama, PT Tiga Telekomunikasi akan menerima saham baru Indosat Ooredoo hingga 10,8 persen dari Indosat Ooredoo Hutchison.


Bersamaan dengan penggabungan bisnis, CK Hutchison akan mendapatkan 50 persen saham dari Ooredoo Asia dengan menukar 21,8 persen sahamnya di Indosat Ooredoo Hutchison untuk 33 persen saham di Ooredoo Asia. Kemudian, CK Hutchison juga akan mendapatkan tambahan 16,7 persen kepemilikan di Ooredoo Group lewat transaksi senilai 387 juta dolar AS. Menyusul transaksi di atas, Para Pihak akan masing-masing memiliki 50 persen dari Ooredoo Asia, yang akan diberi nama baru yaitu Ooredoo Hutchison Asia dan memiliki 65,6 persen saham dan kendali atas Indosat Ooredoo Hutchison.


Pada akhir transaksi, Indosat Ooredoo Hutchison akan dikendalikan secara bersama-sama oleh Ooredoo Group dan CK Hutchison. Perusahaan gabungan akan tetap terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan pemerintah Indonesia memiliki 9,6 persen saham, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia memiliki 10,8 persen saham, dan pemegang saham publik lainnya memiliki kira-kira 14,0 persen saham.


Kedua perusahaan sepakat mencalonkan Vikram Sinha sebagai CEO dan Nicky Lee sebagai CFO Indosat Ooredoo Hutchison. Ahmad Al-Neama akan tetap menjadi Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo dan Cliff Woo akan tetap sebagai CEO H3I sampai selesainya merger. Setelah selesai, Ahmad Al-Neama dan Cliff Woo akan bergabung dengan Dewan Komisaris dari perusahaan hasil merger.


Managing Director Ooredoo Group Aziz Aluthman Fakhroo mengatakan, kesepakatan tersebut merupakan langkah signifikan menuju visi bersama kedua perusahaan untuk menggabungkan dua merek telekomunikasi dan menciptakan perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia. Dia menyampaikan, Ooredoo akan bekerja sama dengan CK Hutchison untuk memanfaatkan keahlian gabungan dari masing-masing grup untuk membangun telekomunikasi digital kelas dunia di Indonesia.


“Melalui skala ekonomi dan realisasi sinergi antara bisnis yang saling melengkapi ini, perusahaan hasil merger akan berada pada posisi yang tepat untuk memberikan laba atas investasi yang lebih tinggi bagi semua pemegang saham dan membangun momentum pertumbuhan luar biasa yang telah dicapai oleh Indosat Ooredoo,” ujar Fakhroo melalui keterangan resmi, Kamis (16/9/2021).


Group Co-Managing Director CK Hutchison Holdings Limited Canning Fok mengatakan, merger tersebut adalah kesempatan besar untuk menciptakan bisnis telekomunikasi yang lebih kuat dan lebih inovatif di Indonesia. Indosat Ooredoo Hutchison dapat mendorong perluasan dan peningkatan jaringan yang akan mendukung agenda digital pemerintah dan bermanfaat bagi pelanggan maupun Indonesia secara keseluruhan.


“Dengan skala yang lebih besar, spektrum yang diperluas, dan struktur biaya yang lebih efisien, Indosat Ooredoo Hutchison juga akan berada pada posisi yang lebih baik untuk memperluas peluncuran jaringannya serta meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan,” kata Fok.


CK Hutchison, menurut Fok, berinvestasi dan mengoperasikan bisnis telekomunikasi di 12 pasar di seluruh dunia. Banyak di antaranya telah berhasil meluncurkan jaringan 5G. “Kami berharap dapat memperluas layanan 5G inovatif di Indonesia pada saat yang tepat,” tuturnya.

Rabu, 15 September 2021

Menperin: Resiliensi Industri Teruji Menghadapi Pandemi



Industri manufaktur Indonesia secara umum memiliki resiliensi yang baik dengan terus menunjukkan geliat positif di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19.


Pada triwulan II tahun 2021, pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas meningkat cukup signifikan sebesar 6,91%. Sektor ini berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 17,34% atau lebih tinggi dibanding sektor ekonomi lainnya.


“Resiliensi industri manufaktur setidaknya telah teruji dalam dua krisis, yaitu krisis ekonomi tahun 1998 dan krisis pandemi Covid-19, di mana industri manufaktur mampu kembali bangkit setelah sebelumnya mengalami tekanan yang sangat kuat,” jelas Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Bisnis Indonesia Award “Growth in Pandemic” secara daring di Jakarta, Rabu (15/9/2021).


Menperin menjelaskan, secara keseluruhan kinerja industri manufaktur Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang selalu positif. Kontribusinya terhadap PDB selalu meningkat, investasi selalu bertambah, dan kontribusi terhadap ekspor selalu dominan dalam struktur ekspor nasional. Yang juga menggembirakan, resiliensinya tinggi terhadap gejolak lingkungan, termasuk terhadap krisis. Realitas kinerja industri manufaktur tersebut dengan demikian menepis pandangan bahwa tengah terjadi deindustrialisasi di Indonesia.


Kinerja gemilang industri, menurut Agus, ditandai dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia dalam delapan bulan terakhir sejak November 2020 yang berada di level 50 atau dalam fase ekspansif. “Pada bulan Juni, posisinya berada di angka 53,5. Ini menunjukkan bahwa optimisme di sektor industri tetap terjaga,” kata Agus.


PMI manufaktur sempat terkontraksi ke level 40,1 akibat dampak pembatasan mobilitas dan operasi industri pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Namun pada Agustus 2021, posisi PMI manufaktur Indonesia bangkit kembali berada di angka 43,7. “Saya optimistis dalam satu atau dua bulan kita sudah dalam jalur ekspansi lagi,” katanya.


Ketangguhan lainnya, menurut Agus, tecermin dari capaian nilai ekspor industri pengolahan nonmigas pada Januari-Juli 2021 yang mencapai USD 94,62 miliar atau berkontribusi sebesar 78,47% dari total ekspor nasional. Jika dibandingkan dengan Januari-Juli 2020 (c to c), kinerja ekspor industri manufaktur pada Januari-Juni 2021 meningkat sebesar 31,36%. Angka ini bahkan lebih tinggi dari capaian sepanjang tahun 2020.


Di tengah masa kedaruratan yang telah berlangsung sejak Maret tahun lalu, Kementerian Perindustrian terus menyempurnakan kebijakan dalam rangka memastikan pelaksanaan protokol kesehatan dalam operasional dan mobilitas kegiatan industri. Bahkan, termasuk saat PPKM, sebagai salah satu cara pemerintah untuk membendung dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.


“Melalui kebijakan tersebut, aktivitas sektor industri, baik itu yang berkaitan dengan aspek kesehatan dan keselamatan pekerja serta manajemen perusahaan, maupun keberlangsungan proses produksinya dapat terus berjalan baik. Jadi, sektor industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak dalam upaya pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Agus.


Guna mencapai sasaran tersebut, Kemenperin menerbitkan Surat Edaran Menteri Perindustrian, yang di antaranya berkaitan dengan implementasi Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI). “Yang terakhir kami terbitkan adalah SE Menperin Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan SE No 3 Tahun 2021 tentang Operasional dan Mobilitas Pada Masa Kedaruratan Covid-19,” kata Agus.


Beberapa penyempurnaan yang diatur dalam SE Menperin 5/2021 tersebut, antara lain mengenai penjelasan operasional dan mobilitas kegiatan industri. Ini meliputi seluruh aktivitas perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri sepanjang rantai nilainya, mulai dari pengadaan barang baku dan bahan penolong dari pemasok, operasional produksi dan pendukungnya, sampai dengan distribusi produk, termasuk mobilitas dan aktivitas staf, pekerja, karyawan, atau pegawainya.


Selain itu, di SE Menperin yang baru juga ada pengaturan tentang penggunaan aplikasi PeduliLindungi sehingga pegawai dapat terpantau dengan baik. “Kami juga melaksanakan vaksinasi untuk pelaku industri dan tenaga kerja perusahaan di bidang industri di area Jawa-Bali, dengan target 5 juta orang atau sebanyak 10 juta dosis yang dilaksanakan sejak Juli 2021,” ujar Agus.


Nilai pembangunan industri
Menperin menuturkan, kemandirian, kedaulatan, kemajuan, dan keadilan sosial adalah nilai yang harus disepakati dan dilestarikan sebagai ruh, paradigma, dan mainstream dalam setiap upaya pembangunan di berbagai sektor, termasuk pembangunan sektor industri manufaktur. Dengan demikian, pembangunan industri harus diarahkan pada tiga prinsip, yaitu membangun industri yang mandiri dan berdaulat, memacu industri yang maju dan berdaya saing, serta mewujudkan Industri yang berkeadilan dan inklusif.


Industri yang mandiri dan berdaulat mengandung arti bahwa keberlangsungan industri manufaktur dalam negeri tidak boleh tergantung pada sumber daya luar negeri. Di samping itu, produk-produk industri manufaktur dalam negeri mesti menjadi ‘tuan’ di negeri sendiri serta dipakai oleh dan menjadi kebanggaan anak bangsa.


Industri yang maju dan berdaya saing, jelas Agus, bermakna industri manufaktur dalam negeri memiliki daya saing global, menguasai pasar internasional, dan mengedepankan aspek keberlanjutan. Berkeadilan dan Inklusif berarti pembangunan industri manufaktur harus dilakukan secara merata di seluruh wilayah atau daerah di Indonesia dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat hingga lapisan terbawah.


Dalam kerangka pembangunan industri yang mandiri dan berdaulat, Kemenperin terus mendorong optimalisasi beberapa program. Pertama, Program Subtitusi Impor 35% Tahun 2022. Kedua, Program P3DN. Dan, ketiga, hilirisasi sumber daya alam.


Selanjutnya, upaya mewujudkan industri yang maju dan berdaya saing dilakukan melalui empat program. Pertama, program Making Indonesia 4.0. Kedua, program industri hijau dan industri biru. Ketiga, program stimulus produksi dan daya beli. Keempat, implementasi non-tarrif barrier.


Kemudian, kebijakan atau program yang mengarah pada upaya mewujudkan industri yang berkeadilan dan inklusif di antaranya adalah implementasi harga gas bumi tertentu. Kemudian, program pengembangan IKM dan Bangga Buatan Indonesia (BBI) pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa, serta program industri halal.

 

Selasa, 14 September 2021

Realisasi Pajak Digital Mencapai Rp 3,5 Triliun



Pemerintah mencatat realisasi pajak digital mencapai Rp 3,5 triliun pada awal September 2021.


Realisasi tersebut diperoleh dari 83 perusahaan yang berstatus pelaku perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, setoran pajak didapat dengan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk digital luar negeri yang diusahakan oleh para perusahaan tersebut. Perusahaan ini berskala internasional yang memiliki bisnis di dalam negeri.


“Penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 3,5 triliun ini yang tadinya tidak bisa kita collect,” jelas Menkeu ketika rapat bersama Komisi XI DPR secara virtual, Senin (13/9/2021).


Menkeu menuturkan, beberapa perusahaan yang berstatus PMSE dan menyetorkan pajaknya ke negara adalah Netflix, Zoom, Shopee, Alibaba Cloud (Singapore) Pte Ltd, GitHub, Inc, Microsoft Corporation, Microsoft Regional Sales Pte Ltd, dan UCWeb Singapore Pte Ltd. Setoran pajak tersebut dimulai pertama kali pada 1 Juli 2020.


Pajak digital ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.


Sebelumnya, saat peringatan Hari Pajak di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, beberapa waktu lalu, Menkeu mengatakan bahwa di era ekonomi digital saat ini, untuk dapat memperoleh penghasilan dari suatu negara, para pelaku usaha tidak perlu berada di negara tersebut untuk melakukan kegiatan usahanya. Ini berarti konsep physical economic presence sudah sulit untuk diterapkan saat ini.


Pendefinisian ulang Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Permanent Establishment menjadi hal utama untuk dikaji secara mendalam dan cermat. “Salah satu konsep yang berkembang saat ini adalah mendefinisikan keberadaan BUT berdasarkan significant economic presence,” ungkap Sri Mulyani, seperti dilansir laman resmi Ditjen Pajak.


Sri Mulyani mengatakan, tantangan perpajakan di era ekonomi digital—sebagaimana menjadi topik penting yang didiskusikan dalam forum sidang tahunan G20 di Jepang—juga harus diantisipasi dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Perpajakan. “Realisasi penerimaan perpajakan saat ini masih belum mencerminkan besarnya potensi pengguna internet, e-commerce, dan jumlah penduduk Indonesia,” kata Sri Mulyani.


Oleh karena itu, menurut Menkeu, pemerintah dituntut membuat regulasi yang di satu sisi harus mampu mendorong perekonomian melalui berbagai skema insentif, namun di sisi lain harus tetap menjaga penerimaan perpajakan. “Saat ini beberapa rancangan undang-undang perpajakan sedang dalam proses pembahasan dengan DPR dan sebagian sedang dalam penyusunan,” ujarnya.


Menurut Sri Mulyani, dampak dari dunia digital adalah jenis pekerjaan semakin kompleks, kuantitas pekerjaan semakin sulit ditangani secara manual, waktu tanggap semakin butuh lebih cepat, serta transaksi dan kegiatan ekonomi Wajib Pajak semakin beragam dan kompleks.


“Tidak lagi bisa diatasi hanya dengan penambahan jumlah SDM, melainkan harus dengan terobosan inovasi pemanfaatan teknologi informasi. Tantangan teknologi informasi dan basis data, sebagai pilar ketiga menjadi sangat krusial di era digital disruption. Saat ini, the world’s most valuable resource is no longer oil, but data,” ungkap Sri Mulyani.


Dengan sudah ditetapkannya undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, AEoI, dan berbagai data yang diterima Direktorat Jenderal Pajak dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain (ILAP) serta sumber- sumber data lainnya, maka tantangan saat ini yang harus diselesaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah bagaimana mengelola dan memanfaatkannya dengan baik, dan mewujudkannya dalam bentuk penerimaan.


“Penting bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk menyediakan layanan perpajakan yang berorientasi pada kebutuhan Wajib Pajak. Dukungan teknologi informasi menjadi solusi yang menawarkan kemudahan dan kepraktisan, serta menjamin keamanan dalam penyediaan layanan kepada Wajib Pajak,” tutur Sri Mulyani.


Menyinggung pembentukan dua Direktorat baru Direktorat Jenderal Pajak yaitu Direktorat Data dan Informasi Perpajakan serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi, menurut Sri Mulyani, menjadi penanda upaya pengembangan lebih lanjut Direktorat Jenderal Pajak dalam merespons perubahan dan menghadapi tantangan dunia usaha yang semakin kompleks.


“Konsep struktur kantor one model fits all sudah semakin tidak cocok untuk diterapkan. Kantor Pelayanan Pajak ke depannya agar diklasifikasikan berdasarkan variabel keragaman jenis, jumlah, dan segmentasi Wajib Pajak, serta cakupan wilayah administrasi. Sementara itu perluasan layanan perpajakan dengan basis online, meminimalisasi tatap muka langsung dengan wajib pajak, tentunya juga berpengaruh terhadap struktur kantor pajak di masa mendatang,” jelas Sri Mulyani.


Dalam konteks yang lebih luas sesuai inisiatif program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan, arah kebijakan pengembangan organisasi Kementerian Keuangan adalah terwujudnya optimalisasi administrasi perkantoran berbasis digital.


“Office Automation diharapkan mampu membangun pola kerja yang lebih kolaboratif, tindak lanjut disposisi yang lebih responsif, mendorong kinerja yang lebih produktif, serta meningkatkan efisiensi dari sisi biaya, mutu, dan waktu. Saya harapkan pengembangan organisasi dapat selalu adaptive dan agile dalam menghadapi perkembangan zaman,” kata Sri Mulyani.

Selasa, 31 Agustus 2021

Kadin Bertekad Bangkitkan Industri Tekstil

 


Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Dian Prasetio, bekerja sama dengan PT Restu Graha Dana membangkitkan kembali perusahaan tekstil PT Mastex Indo Adi Perkasa, di Bandung. Kadin bertekad untuk bekerja sama dalam membina dan menghidupkan kembali perusahaan tekstil anak bangsa.

 

“Rencana kita ingin membangkitkan kembali usaha-usaha yang bernaung di bawah Kadin Indonesia, termasuk PT Mastex Indo Adi Perkasa, dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini,” ungkap Dian, melalui pernyataan tertulisnya, Senin (30/8/2021).

 

PT Mastex Indo Adi Perkasa berdiri pada tahun 2015. Perusahaan ini memproduksi produk-produk tekstil dengan kualitas yang tinggi namun memiliki harga yang terjangkau.

 

Direktur Utama PT Restu Graha Dana Angga Haryanto mengemukakan bahwa dengan akuisisi yang dilakukan, pihaknya bertekad untuk menjadikan PT Mastex Indo Adi Perkasa sebagai salah satu market leader. Manajemen juga ingin menjadi produsen produk tekstil terkemuka di Indonesia dan menciptakan kembali lapangan kerja untuk 250 orang karyawan.

 

“Akuisisi ini diyakini akan dapat membangun kembali lapangan kerja, membantu masyarakat untuk menaikkan kesejahteraan, dan meningkatkan ekonomi daerah,” ujarnya.

 

Angga berharap kerja sama ini bisa menjadi contoh bagi perusahaan yang masih bertahan di masa pandemi ini COVID-19. Terutama agar dapat berkontribusi dalam pemulihan ekonomi Indonesia.

 

Indonesia sempat berjaya di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Namun karena tak didukung dengan pasokan bahan baku mandiri, industri ini terus mengalami keterpurukan.


Bank Indonesia Menarik 20 Pecahan Uang Rupiah Khusus 1970-1990


 

Bank Indonesia (BI) mencabut dan menarik 20 jenis pecahan Uang Rupiah Khusus (URK) Tahun Emisi 1970 sampai dengan 1990 dari peredaran. Langkah ini tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.23/12/PBI/2021, terhitung sejak 30 Agustus 2021.


Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono mengatakan terhitung tanggal dimaksud URK tersebut tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Bagi masyarakat yang memiliki URK tersebut dan ingin melakukan penukaran, dapat menukarkannya di Bank Umum terhitung sejak 30 Agustus 2021 sampai dengan 29 Agustus 2031, atau 10 tahun sejak tanggal pencabutan,” katanya dalam keterangan pers, Senin (30/8/2021).


URK yang dicabut dan ditarik dari peredaran ialah Uang Rupiah Khusus seri 25 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun Emisi 1970 sebanyak 10 pecahan, Uang Rupiah Khusus seri Cagar Alam Tahun Emisi 1974 sebanyak tiga pecahan, dan Uang Rupiah Khusus seri Cagar Alam Tahun Emisi 1987 sebanyak dua pecahan. Kemudian, Uang Rupiah Khusus seri Perjuangan Angkatan ’45 Tahun Emisi 1990 sebanyak tiga pecahan dan Uang Rupiah Khusus Seri Save The Children Tahun Emisi 1990 sebanyak dua pecahan.


Penggantian atas Uang Rupiah Khusus tahun emisi 1970 sampai dengan tahun emisi 1990 yang dicabut dan ditarik dari peredaran sebesar nilai nominal yang sama dengan yang tertera pada URK dimaksud. Layanan penukaran juga dapat dilakukan di Kantor Pusat maupun Kantor Perwakilan BI di seluruh Indonesia.


“Ini dengan mengacu pada ketentuan atau informasi yang disampaikan mengenai jadwal operasional dan layanan publik BI,” ujarnya.


Penggantian atas URK dalam kondisi lusuh, cacat, atau rusak dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia mengenai pengelolaan uang rupiah. Dalam hal fisik uang rupiah logam lebih besar dari setengah ukuran aslinya dan ciri uang rupiah dapat dikenali keasliannya, diberikan penggantian sebesar nilai nominal uang rupiah yang ditukarkan.


Dalam hal fisik uang rupiah logam sama dengan atau kurang dari setengah ukuran aslinya, tidak diberikan penggantian. BI mengimbau masyarakat yang akan melakukan penukaran di seluruh kantor BI untuk tetap menjalankan protokol Covid-19.